Kamis, 30 Oktober 2014

Revolusi Mental 9: Pertumbuhan Ekonomi, Akar Segala Kejahatan

Sebenarnya disinilah letak akar permasalahan semua krisis yang mendera manusia sekarang ini: sejak revolusi industri semangat pertumbuhan ekonomi membuat manusia mulai kehilangan kemanusiaannya. Semangat materialisme ternyata tidak sejalan dengan hidup yang berpusat pada Tuhan padahal semangat materialisme ini mutlak dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Materialisme adalah jiwa dari pertumbuhan ekonomi. Sementara itu manusia tidak mungkin mengabdi pada dua tuan, yang satu harus disingkirkan demi yang lain. Maka secara sistematis peran Tuhan harus disingkirkan dari kehidupan manusia demi pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian manusia mulai diarahkan untuk mengabdi pada dewa yang baru sebagai pengganti Tuhan Sang Pencipta: uang.

Bagi para pendukung pertumbuhan ekonomi, sains dan teknologi bisa dijadikan ‘jalan hidup’ alternatif untuk menggantikan agama. Sains dan teknologi yang maju pesat akibat dipicu oleh semangat pertumbuhan ekonomi membuat manusia lebih percaya kepada sains dan teknologi dari pada kepada Tuhan. Manusia mulai meminggirkan peran agama dari ruang publik. Secara sistematis ruang gerak agama makin dibatasi dan perannya terus dikecilkan.

Akibatnya hidup manusia dijauhkan dari nilai-nilai spiritual dan semakin dipenuhi oleh semangat materialisme serta konsumerisme. Sport dan hiburan yang tidak sehat juga dipromosikan secara berlebihan untuk membuat manusia melupakan harta rohani yang dibutuhkannya. Ini mengubah drastis cara pandang manusia terhadap alam, terhadap sesama, dan terhadap Tuhan. Atau dengan kata lain, hilangnya nilai-nilai spiritual membuat manusia juga kehilangan kemanusiaannya yang utuh. Sebuah kesalahan fatal yang baru dirasakan akibatnya setelah terakumulasi selama dua abad lebih. Tidak perlu heran jika sekarang alam tidak lagi bersahabat dengan manusia.



Dengan demikian sumber semua krisis yang terjadi saat ini adalah sikap manusia sendiri yang menempatkan pencapaian material sebagai nilai hidup yang lebih penting dari nilai-nilai yang lain. Kondisi ini berlangsung cukup lama dan kolektif sehingga mewarnai norma peradaban.
Jadi sangat benarlah perkataan ini: cinta akan uang adalah akar dari semua kejahatan. Manusia harus menyadari bahwa cinta akan uang yang termanifestasi dalam fanatisme terhadap pertumbuhan ekonomi pada akhirnya hanya membuat manusia kehilangan kemanusiaannya dan menjadi sumber dari berbagai krisis lain yang mendera peradaban manusia. Hilangnya kemanusiaan ini juga yang kemudian menjadi penyebab langsung dari krisis kemanusiaan yang begitu menonjol akhir-akhir ini.

Banyaknya krisis yang terjadi, termasuk krisis kemanusiaan, seharusnya memberi pelajaran berharga bagi manusia bahwa pertumbuhan ekonomi sebenarnya sudah gagal. Obsesi manusia terhadap pertumbuhan ekonomi telah menjadi penyebab utama timbulnya berbagai krisis. Tragedi 9/11 sesungguhnya adalah sebuah pertanda bagi manusia bahwa pertumbuhan ekonomi (disimbolkan oleh gedung WTC) akan dihancurkan oleh masalah yang dibuatnya sendiri (disimbolkan oleh tindakan teroris yang tidak manusiawi). Manusia harus mengubur ide-ide pertumbuhan ekonomi selamanya jika ingin terbebas dari krisis peradaban.

Ini bukan soal ideologi sebab baik kapitalisme maupun komunisme tetap berdasarkan pada semangat materialisme yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi. Bedanya, kapitalisme mengandalkan pasar bebas sementara komunisme mengandalkan sistem distribusi kesejahteraan yang dikendalikan pemerintahan otoriter. Dua-duanya juga sudah terbukti gagal total. Runtuhnya Uni Soviet adalah bukti kegagalan komunisme, sementara krisis finansial yang sudah terjadi dan masih akan terjadi adalah bukti kegagalan kapitalisme.

Banyak orang berharap bahwa sistem hibrida yang memadukan ide-ide komunis dan kapitalis seperti yang dipraktekkan Cina bisa menjadi alternatif. Pertumbuhan ekonomi Cina yang fantastis di tengah kelesuan ekonomi negara-negara industri lain dianggap sebagai buktinya. Tapi selama pertumbuhan ekonomi tetap menjadi semangatnya maka sistem ideologi apapun tidak akan berhasil.

1 komentar:

  1. Buku yang sangat,sangat,sangat bagus sekali untuk masyarakat dunia baca. Terimakasih Bung Agustinus. Kalau boleh saya hendak lanjutkan doa-Nya "...berilah kami makanan kami secukupnya" (Ekonomi Keadaan Tunak) seperti yang dipraktekkan oleh murid-murid-Nya wkt itu kecuali Ananias dan Safira. GBU

    BalasHapus